Pendidikan anak usia dini
merupakan fondasi utama dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi
bangsa. Baik lembaga negeri maupun swasta memiliki peran besar dalam mewujudkan
pendidikan yang berkualitas. Namun dalam praktiknya, terdapat beberapa
perbedaan mendasar antara Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA)
Negeri dan Swasta, terutama dalam hal pendanaan dan pemenuhan sarana prasarana.
Sekolah Negeri: Dibiayai
Penuh oleh Pemerintah
Sekolah Negeri pada
prinsipnya dibiayai hampir sepenuhnya oleh negara. Pemerintah menyediakan
anggaran untuk operasional, gaji guru, hingga pengadaan sarana dan prasarana.
Sejalan dengan aturan terbaru, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dalam
bentuk apapun kepada orang tua murid. Ini bertujuan agar pendidikan dasar
benar-benar dapat diakses semua kalangan tanpa hambatan biaya dan bisa membenani
orangtua.
Namun, realitanya praktek dilapangan
dalam pelaksanaannya, tantangan tetap ada. Tidak semua kebutuhan pendidikan
dapat sepenuhnya tercukupi dengan cepat karena bergantung pada sistem
penganggaran negara yang memiliki prosedur panjang dan ketat.
Sekolah Swasta: Bertahan
dengan Dana Terbatas
Sekolah negeri berbeda dengan sekolah Swasta yang hanya mengandalkan
dana operasional yang sebagian besar berasal dari:
- Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) atau Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP)
RA dari pemerintah.
- Sumbangan
sukarela dari orang tua atau masyarakat.
Sayangnya, bantuan BOP RA
saat ini mengalami pemotongan hingga 50%, membuat banyak sekolah swasta
menghadapi tantangan besar. Sementara di sisi lain, akhir-akhir ini dimedia, sekolah
swasta terkesan juga terikat aturan yang sama yaitu tidak boleh menarik
pungutan apapun, padahal Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003) sendiri memperbolehkan
bahwa Sekolah swasta boleh mengelola sendiri sumber pendanaannya,
termasuk menarik biaya dari masyarakat.
Dalam kondisi seperti ini,
banyak sekolah swasta harus memutar otak agar tetap bisa memenuhi kebutuhan
dasar pendidikan: membayar guru, memperbaiki fasilitas, menyediakan alat
pembelajaran, dan menjaga kualitas layanan.
Terkait seragam, pemerintah
menegaskan bahwa sekolah tidak boleh mewajibkan pembelian seragam dari pihak
sekolah. Orang tua diberikan kebebasan untuk mencari sendiri seragam sesuai
ketentuan model dan warna yang ditetapkan.
Namun, ada pandangan bahwa seragam
sekolah tetap penting. Selain membentuk kedisiplinan, seragam juga menciptakan
kesan kerapihan dan kesetaraan di antara siswa. Tanpa seragam, dikhawatirkan
akan timbul kesenjangan sosial atau ketidakrapihan dalam bersekolah, yang
justru berpengaruh pada suasana belajar anak-anak.
Mencari Titik Tengah
Menghadapi berbagai
tantangan ini, baik sekolah negeri maupun swasta berusaha menyesuaikan diri
dengan aturan pemerintah sambil tetap menjaga kualitas pendidikan. Diperlukan dialog
yang terbuka antara pemerintah, penyelenggara pendidikan, dan masyarakat untuk
mencari solusi terbaik. Misalnya dengan memperbesar alokasi bantuan untuk
lembaga swasta, atau memperjelas ruang gerak sekolah dalam mengelola
kebutuhan-kebutuhan dasar pendidikan tanpa memberatkan orang tua.
Penutup
Pendidikan adalah investasi
jangka panjang. Baik negeri maupun swasta, keduanya memiliki peran yang sama
serta membutuhkan dukungan yang nyata, bukan hanya aturan yang ketat. Dengan
saling memahami dan bekerja sama, kita bisa menciptakan lingkungan pendidikan
anak usia dini yang lebih baik: berkualitas, terjangkau, dan tetap bermartabat.
Campaka, 28 April 2025
Rahmat Apendi